Isolasi Sosial


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut Undang-undang No 23 Tahun 1992 pasal 23 ayat 1,di selenggarakan untuk mewujudkan jiwa sehat secara optimal baik intelektualmaupun emosional, yang meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan dan pemeliharaan penderita gangguan jiwa. Di dalam undang-undang kesehatan no 3 tahun 1996 mendefenisikan sehat jiwa adalah suatukondisi yang memungkinkan perkembangan berjalan selama dengan keadaanorang lain ( Danang, 2008, dalam http://www.scribd.com/doc/39370973/Deter-Min-An-Terjadinya-Isolasi-Sosial-Pada).
Masalah kesehatan jiwa sangat mempengaruhi produktifitas dan kualitas kesehatan perorangan maupun masyarakat. Mutu sumber daya manusia tidak dapat diperbaiki hanya dengan pemberian makanan atau gizi seimbang, namun juga perlu memperhatikan aspek-aspek dasar berupa aspek fisik/jasmani, mental-emosional/jiwa, dan sosial-budaya/lingkungan. Gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian, namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita menjadi kronis dan tidak lagi produktif.
Dampak gangguan kesehatan jiwa tidak hanya dirasakan oleh si penderita, tetapi juga oleh keluarga, teman, pekerja, dan komunitas. Sehingga akan mempengaruhi produktifitas komunitas dan berdampak pada perekonomian serta kesejahteraan. Hal itu terlihat dari hasil studi Bank Dunia tahun 1995 di beberapa negara yang menunjukkan bahwa 8,1 persen hari-hari produktif hilang akibat beban penyakit disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Angka itu lebih besar dibandingkan hari-hari produktif yang hilang akibat penyakit tuberculosis (7,2 persen), kanker (5,8 persen), penyakit jantung (4,4 persen) dan malaria (2,6 persen). Bunuh diri, yang terjadi karena gangguan kesehatan jiwa, merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di beberapa negara. (scribd.com/Status-Kesehatan-Jiwa-Global)
Menarik diri bisa diperoleh dari orang tua yang sebelumnya juga menderita menarik diri atau dari faktor genetic. Orang tua penderita menarik diri, salah satu kemungkinan anaknya 7%-16% mengalami menarik diri, bila keduanya menderita 40%-68%, saudara tiri kemungkinan menderita 0, 9%-1,8%, saudara kembar 2%-15%, dan saudara kandung 7%-15% (Yosep, 2010).
Didalam makalah ini, kelompok akan membahas mengenai isolasi sosial atau menarik diri, yang merupakan masalah kesehatan jiwa yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari. Pada makalah ini akan dibahas mengenai konsep dasar tentang isolasi sosial, penyebab, mekanisme terjadinya, hingga respons yang dapat terjadi pada setiap individu dan tingkatannya. Serta akan dijelaskan mengenai pendekatan konsep asuhan keperawatan yang akan diberikan pada masalah kesehatan jiwa berupa isolasi sosial atau menarik diri ini.


B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah isolasi sosial ini adalah untuk memberikan gambaran tentang isolasi sosial serta penanganannya dalam proses keperawatan.
2.      Tujuan Khusus
Asuhan keperawatan ini disusun sebagai tugas mata kuliah keperawatan jiwa. Setelah menyusun atau mempelajari makalah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan:
a.       Konsep dasar isolasi sosial
b.      Asuhan keperawatan dengan klien isolasi sosial secara teoritis
C.     Metode penulisan
Metode penulisan dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriftif yaitu dengan  menggambarkan konsep dasar tentang asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial.  Dan dengan menggunakan studi literatur, baik melalui literatur kepustakaan yang ada maupun  litertur kepustakaan secara online.
D.    Sistematika penulisan
Penyusunan  asuhan  keperawatan  pada  klien  dengan  isolasi sosial  ini menggunakan sistematika sebagai berikut :
1.      Bab I : Pendahuluan
a.       Latar Belakang
b.      Tujuan
c.       Metode penulisan
d.      Sistematika
2.      Bab II : Tinjauan Teoritis
a.       Konsep dasar isolasi sosial
1)      Pengertian
2)      Penyebab isolasi sosial
3)      Respon isolasi sosial
4)      Rentang respon
5)      Penatalaksanaan
b.      Asuhan keperawatan klien dengan ansietas secara teoritis
1)      Pengkajian
2)      Diagnosis keperawatan
3)      Rencana keperawatan
4)      Implementasi
5)      Evaluasi
3.      Bab III : Penutup
a.       Kesimpulan
b.      Saran


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Konsep dasar isolasi sosial
1.      Pengertian
lsolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Isolasi sosial adalah upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa , pikiran , dan kegagalan. Klien mengalami kesulitaan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman ( Yosep, 2010 hal. 229 ).

2.      Proses terjadinya masalah
Menurut Iyus Yosep, 2010 hal. 230 :
Pattern of parenting ( pola asuh keluarga )
Inefective coping ( koping individu tidak efektif )
Lack of development task ( gangguan tugas perkembangan )
Stressor internal and external ( stress internal dan eksternal )
Misal : pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki akibat kegagalan KB, hamil diluar nikah, jenis kelamin yang tidak diinginkan, bentuk fisik kurang menawan menyebabkan keluarga mengeluarkan komentar – komentar negatif, merendahkan dan menyalahkan anak
Misal : saat individu menghadapi kegagalan menyalahkan orang lain, ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tingginya self ideal dan tidak mampu menerima realitas dengan rasa syukur.
Misal : kegagalan menjalin hubungan intim dengan sesama jenis atau lawan jenis, tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas, bekerja, bergaul, sekolah, menyebabkan ketergantungan pada orang tua, rendahnya ketahanan terhadap berbagai kegagalan
Misal : stress menjadi ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas terjadi akibat berpisah dengan orang terdekat, hilangnya pekerjaan atau orang yang dicintai.










Menurut Stuart Sundeen , rentang respon kliien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif dengan maladaptif sebagai berikut :
Merasa sendiri
Depedensi
Curiga  
 
Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
Curiga  
 
Menyendiri
Otonomi
Bekerjasama
Interdependen
 
Respon Adaptif                                                           Respon Maladaptif







 


a.       Respon adaptif
Respon yang masih dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah
1)      Menyendiri : respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya
2)      Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran , perasaan dalam hubungan sosial
3)      Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain
4)      Interdependen : saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b.      Respon maladaptif
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk respon maladaptif adalah :
1)      Menarik diri : seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
2)      Ketergantungan : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain
3)      Manipulasi : seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu setingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
4)      Curiga : seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain
3.      Faktor predisposisi dan presipitasi
a.       Faktor predisposisi
1)      Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang memilki tugas yang harus dilalui indifidu dengan sukses, karna apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh)pada bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
2)      Faktor biologi
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, fakor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
3)      Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya ganguan dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota keluarga, yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
4)      Faktor komunikasi dalam keluarga
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal yang negative akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
Jadi, yang dapat dikatakan faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
b.      Faktor presipitasi
1)      Stressor sosial kultur
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluar dan berpisah dengan orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.
2)      Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan terjadi bersama dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasi tuntutan untuk berpisah dangan orang terdekat atau kebanyakan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
Jadi, yang dapat dikatakan dengan faktor presipitasi adalah menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).


4.      Tanda dan gejala
Menurut Iyus Yosep, 2010 hal 231 - 232  isolasi sosial sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
a.       Gejala  subjektif :
1)      Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain
2)      Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3)      Respon verbal kurang dan sangat singkat
4)      Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5)      Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6)      Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7)      Klien merasa tidak bergun
8)      Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9)      Klien merasa ditolak
b.      Gejala  objektif
1)      Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2)      Tidak mengikuti kegiatan
3)      Banyak berdiam diri dikamar
4)      Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5)      Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6)      Kontak mata kurang
7)      Kurang spontan
8)      Apatis
9)      Ekspresi wajah kurang berseri
10)  Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11)  Mengisolasi diri
12)  Tidak / kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13)  Masukan makanan dan minuman terganggu
14)  Retensi urin dan feses
15)  Aktivitas menurun
16)  Kurang energi ( tenaga )
17)  Rendah diri
18)  Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus / janin ( khususnya pada posisi tidur )

5.      Pohon masalah







Akibat 
 


Core problem
 


Penyebab 
 
 





B.     Konsep dasar asuhan keperawatan kesehatan jiwa pada klien dengan isolasi sosial
1.      Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor , sumber koping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a.       Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal, MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
b.      Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen
c.       Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Resiko perubahan sensori persepsi halusinasi
b.      Isolasi sosial
c.       Gangguan konsep diri : harga diri
3.      Rencana Tindakan Keperawatan Isolasi sosial menarik diri
a.       Tujuan umum
Tidak terjadi isolasi sosial menarik diri
b.      Tujuan khusus
1)      Membina hubungan saling percaya
2)      Menyebutkan penyebab menarik diri
3)      Menyebutkan euntungan bergaul dengan orang lain
4)      Melakukan hubungan sosial (secara bertahap)
5)      Mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
6)      Memberdayakan system pendukung
7)      Mengunakan obat dengan tepat dan benar
c.       Intervensi keperawatan
1)      Bina hubungan saling percaya
a)      Beri salam atau pangil nama
b)      Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
c)      Jelaskan maksud tujuan interaksi
d)     Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e)      Beri rasa aman dan sikap empati
f)       Lakukan kontak singkat tapi sering
2)      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
a)      Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien mulai dari bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik
b)      Setiap bertemu klien hindari memberikan penilaia yang negative
3)      Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
a)      Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
b)      Diskusikan pula kemampua yang dapat dilnjutkan pengunaannya setelah pulang sesuai dengan kondisi sakit
4)      Klien dapat menetapkan atau merenanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
a)       Rencanakan bersama klien tentang aktifitas yang akan dilakukan sesuai dengan kemampuan klien
b)      Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi klien
c)      Beri contoh cara pelaksanaanpada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5)      Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampun klien
a)      Beri kesempatan pada klien untu mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b)      Beri pujian atas keberhasilan
c)      Diskusikan tentang pelaksanaan dirumah
6)      Klien dapat memamfaatkan system pendukung yang ada
a)      Beri pendidika kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan isolasi sosial
b)      Bantu kluarga untuk menyiapkan lingkungan dirumah
7)      Mengunakan obat yang tepat dan benar
a)      Bantu klien mengunakan obat dengan pirinsip 5 benar (obat, cara, dosis, waktu, klien)
b)      Anjurkan klien membicaakan efek samping obat yang dirasakan














Format Pengkajian Pasien Isolasi Sosial
Hubungan sosial
a.       Orang yang berarti bagi pasien :................................................................
b.      Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat :.........................
c.       Hambatan berhubungan dengan orang lain :............................................
Masalah keperawatan :..........................................................................................
a.       Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b.      Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c.       Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
d.      Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e.       Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f.       Pasien merasa tidak berguna.
g.      Pasien tidak yakin dalam melangsungkan hidup.

Pertanyaan –pertanyaan berikut ini dapat anda tanyakan pada saat wawancara untuk mendapatkan data subjektif:
a.       Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya (keluarga atau tetangga) ?
b.      Apakah pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman dekatnya?
c.       Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
d.      Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitarnya?
e.       Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
f.       Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dan orang sekitarnya?
g.      Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
h.      Apakah pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup?

Tanda dan gejala isolasi sosial yang didapat melalui observasi .
a.    Tidak memiliki teman dekat.
b.    Menarik diri.
c.    Tidak komunikatif.
d.   Tindakan berulang dan tidak bermakna.
e.    Asyik dengan pikirannya sendiri.
f.     Tidak ada kontak mata.
g.    Tampak sedih, afek tumpul.
Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan pada setiap tahap proses keperawatan yang meliputi dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi tindakan keperawatan, dan evaluasi.

Diagnosis keperawatan
Selanjutnya, setelah pengkajian dilakukan dan didokumentasikan, masalah keperawatan dirumuskan dan diagnosis keperawatan ditegakkan. Berdasarkan pengkajian tersebut, masalah keperawatan yang dirumuskan adalah isolasi sosial.

Tindakan keperawatan
Setalah dibuat perumusan masalah dan diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat dapat melakukan tindakan keperawatan pada pasien dan keluarga.
a.       Tindakan keperawatan pada pasien
1.      Tujuan keperawatan
a)  Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b)  Pasien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c)  Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Tindakan keperawatan
a)  Membina hubungan saling percaya
untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien isolasi sosial kadang membutuhkan waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu, perawat harus konsisten bersikap teraupetik terhadap pasien. Selalu memepati janji adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling percaya dapat dilakukan dengan cara :
1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan pasien.
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4) Buat kontrak asuhan : apa yang akan perawat lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
5) jelasakan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
6) tunjukkan sikap empati terhadap pasien setiap saat.
7) penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b) membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial dengan cara :
1) tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2) tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c) bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien memilki banyak teman.
d) membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan cara sebagai berikut:
1) diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain.
2) jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
e) membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.

Perawat tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, perawat dapat melatih pasien berinteraksi secra bertahap. Mungkin pada awalnya, pasien hanya akan akrab dengan perawat, tetapi setelah itu perawat harus membiasakan pasien untuk dapat berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang disekitarnya. Perawata dapat melatih pasien berinteraksi dengan cara berikut :
a.       Memberikan kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan anda.
b.      Mulailah bentu pasien berinteraksi dengan satu orang (paien, perawat atau keluarga).
c.       Jika pasien sudah menujukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
d.      Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e.       Dengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Berilah dorongan agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.


Strategi pelaksana

Hari                                           : Senin , 21 Mei 2012
Pertemuan                                 : 1
Sp/Dx                                        : 1/ Isolasi Sosial
Ruangan                                    : Saraswati
Nama Klien                               : Ny S

Sp 1 : membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.

Orientasi
“selamat pagi! Saya suster HS. Saya senag dipanggil suster H. Saya perawat diruang mawar ini.”
“siapa nama anda? Senang dipanggil apa?”
“apa keluhan S hari ini? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja
(jika pasien baru)
“siapa saja yang tinggal serumah dengan S? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(jika paien sudah lama dirawat)
“apa yang S rasakan selama S dirawat disini? S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal diruangan ini?”
Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
“menurut S, apa saja manfaatnya kalau kita memiliki teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah, apa kerugiannya kalu S tidak memiliki teman? Ya, apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa). Nah, banyak juga ruginya tidak punya teman ya? Jadi, apakah S belajar bergaul dengan orang lain?”
“bagus, bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?”
“begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya : nama saya SN, senang dipanggil S, asal saya dari kota X, hobi memasak.”
“ayo S coba! Misalnya saya belum kenal dengan S, coba berkenalan dengan saya! Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali!”
“setelah S berkenalan dengan orang tersebut, S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan, misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan, dan sebagainya.”

Terminasi
“bagaiman perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
“S tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya S dapat mengingat-ngingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktikkan ke orang lain? Bagaimana kalau S mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?’’
“baiklah, sampai jumpa!”

Hari                                           : Selasa , 22 Mei 2012
Pertemuan                                 : 2
Sp/Dx                                        : 2/ Isolasi Sosial
Ruangan                                    : Saraswati
Nama Klien                               : Ny S

SP 2 pasien : mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama [perawat]).

Orientasi
“selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan suster!”
“bagus sekali, S masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
“ayo kita temui perawat N disana!’’

Kerja
(bersama-sama S, perawat mendekati perawat N)
“selamat pagi perawat N, S ingin berkenalan dengan N. Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktikkan kemarin.” (pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya).
“ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang kaluarga perawat N!”
“jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S dapat menyudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat N, misalanya jam 1 siang nanti.”
“baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali keruangan S. Selamat pagi!” (bersama pasien, perawat H meninggalkan perawata N untuk melakukan terminasi dengan S ditempat lain.”

Terminasi
“bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N?”
“S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi.”
“pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik supaya perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain? Mari kita masukkan kedalam jadwal. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok!”

Hari                                           : Rabu , 23 Mei 2012
Pertemuan                                 : 3
Sp/Dx                                        : 3/ Isolasi Sosial
Ruangan                                    : Saraswati
Nama Klien                               : Ny S

SP 3 pasien : melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua).

Orientasi
“selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika jawaban pasien ya, perawat dapat melanjutkan komunikasi berikutnya dengan pasien lain).”
“bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?”
“bagus sekali S menjadi senang punya teman lagi!”
“kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
“bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman seruangan S yang lain, yaitu O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit. Mari kita temui dia diruang makan.”

Kerja
(bersama-sama S, perawat mendekati pasien lain)
“selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
“baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya.” (pasien mendemonstrasikan cara berkenalan : memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama).”
“ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti (S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O).”
“baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali keruangan S. Selamat pagi (bersam pasien perawat meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan S ditempat lain).”

Terminasi
“bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“dibandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika berkenalan dengan O. Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti.”
“selanjutnya, bagaiman jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang, dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
“baiklah, besok mkita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya.”
“sampai besok!”