Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sistem endokrin dalam kaitanya dengan system syaraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua system ini bersama-sama bekarja untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural) jika keduanya dihancurkan atau di ikat, maka fungsi dari kedua ginjal ini sebagian diambil alih oleh system syaraf.
Terdapat 2 tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melapaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin termasuk hepar, pancreas(kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sbaliknya kelenjar endokrin langsung melepaskan ekskresi langsung kedalam darah.
Kelenjar endokrin termasuk :
1. pulau lagerhans pada pancreas
2. gonad (ovarium dan testis)
3. kelenjar adrenal, hipofise,tiroid dan paratiroid serta timus.
Infusiensi hipofise menyebabkan hipofungsi organ sekunder. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam setiap kelompok usia. Kondisi ini dapat mengenai semua sel hipofise(panhipopituitarisme) atau hanya sel-sel tertentu, terbatas pada suatu subset sel-sel hipofise anterior(mis.: hipogonadisme sekunder terhadap defisiensi sel-sel gonadotropik) atau sel-sel hipofise posterior (mis,: diabetes insipidus).
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kelenjar pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes insipidus dan SIADH.
b. Tujuan khusus
Penulisan makalah ini mempunyai tujuan khusus yaitu:
1. Untuk memahami teoritis dari hipopytuitari anterior dan posterior ( defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan fisik dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipopytuitari ).
2. Untuk memahami teoritis dari Diabetes Insipidus ( defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan fisik dan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Insipidus ).
C. Manfaat Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk lebih mendalami tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kelenjar pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes insipidus.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan dan internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 3 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kelenjar pytuitari yaitu dengan hipopytuitari anterior dan posterior seperti diabetes insipidus dan SIADH.
BAB III : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FISIOLOGI HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS
1. HORMON HIPOFISIS ANTERIOR
Pro-opiomelanokortin dan ACTH
Aksis HPA adalah bagian utama sistem stress fisiologi, berbagai stresor (mis, stres metabolik, fisik, mental ) menyebabkan aktivasi aksis HPA. Regulator hipotalamus yang utama adalah peptida CRH dan, dengan derajat yang lebih rendah, arginin vasopresin (AVP), yang diproduksi di nucleus paraventricularis dan supraopticus hypothalami serta dibebaskan ke dalam sistem portal hipotalamus-hipofisis. Hormon-hormon ini memicu pembentukan dan transpor intrasel suatu protein besar yang dinamai pro-opiomelanokortin (POMC). POMC diproses lebih lanjut oleh berbagai protase (prohormon konvertase) untuk menghasilkan peptida-peptida yang lebih kecil, termasuk peptida 39 residu asam amino, yaitu ACTH. Sebagian besar peptida yang besar dari POMC lainnya belum jelas benar fungsinya. Meskipun ACTH adalah hormon hipofisis yang utama yang merangsang fungsi endokrin adrenokorteks, bagian terminal-amino dari peptida POMC (N-POMC) tampaknya memiliki fungsi mendorong pertumbuhan.
Hormon-hormon steroid ini selanjutnya memiliki efek kompleks terhadap banyak jaringan untuk melindungan organisme dari stres : Hormon-hormon ini meningkatkan tekanan darah dan glukosa darah, mengubah responsivitas sistem imun, dan seterusnya.
Glukokortikoid juga memberi umpan balik ke hipotalamus, tempat zat ini menghambat sekresi CRH, dan ke hipofisis, tempat zat ini menghambat sekresi ACTH lebih lanjut. Tanpa adanya stres yang tak lazim, pelepasan CRH, ACTH, dan steroid adrenal setiap harinya berlangsung dalam irama diurnal.
a Hormon Glikoprotein
TSH dan gonadotropin berasal dari famili hormon glikoprotein. Anggota-anggota famili hormon glikoprotein klasik TSH dan gonadotropin, FSH dan LH, serta hormon kehamilan gonadotropin korion manusia (Hcg) terdiri atas subunit α-glikoprotein (α-GSU), yang dimiliki oleh semua anggota, dan subunit β yang dimiliki secara individual. Subunit-β yang unik pada hormon glikoprotein berperan menentukan perbedaan biologis hormon-hormon ini. Anggota lain famili ini adalah tirostimulin, yang juga memiliki komposisi subunit α dan β. Peran fisiologi hormon ini masih dipastikan.
1) Tirotropin
Tirotropin yang dilepaskan dari sel-sel spesifik di hipofisis atas rangsangan oleh thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus. Faktor-faktor hipotalamus yang secara negatif mengatur pelepasan TSH adalah somatostatin. TSH selanjutnya mengalir melalui aliran darah sistematis ke kelenjar tiroid, tempat hormon ini merangsang pembentukan dan sekresi hormon-hormon tiroid memiliki efek terhadap hampir semua jaringan di tubuh tetapi khususnya pada sistem kardiovaskular, pernapasan, tulang, dan sistem saraf pusat. Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan, dan defisiensinya sewaktu perkembangan menimbulkan efek yang tidak dapat pulih sempurna pada pemberian hormon tiroid berikutnya.
2) Gonadotropin
Peran gonadotropin adalah mengatur aksis neuroendokrin sistem reproduksi. Karena itu, suatu releasing factor dari hipotalamus yang dinamai gonadotropin-releasing hormone (GnRH) merangsang sekresi LH dan FSH, yang merangsang steroidogenesis di dalam ovarium dan testis. Selain itu, gonadotropin mendorong fungsi sel Sertoli dan teka serta gametogenesis. Steroid-steroid yang diproduksi oleh ovarium (estrogen) dan oleh testis (testosteron) menghambat pembentukan GnRH, LH, dan FSH serta memiliki efek terhadap folikel yang sedang tumbuh di dalam ovarium itu sendiri, terhadap uterus (mengontrol siklus haid), terhadap perkembangan payudara, terhadap spermatogenesis, dan terhadap banyak jaringan serta proses fifiologi lain.
b Hormon Pertumbuhan dan Prolaktin
Hormon pertumbuhan dan prolaktin merupakan polipeptida satu-rantai yang secara struktural berkaitan tetapi memiliki spektrum kerja yang berbeda.
1) Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan (growth hormone, GH), yang secara positif diatur oleh growth hormone-releasing hormone (GNRH) hipotalamus dan dihambat oleh somatostatin, memicu berbagai efek yang mendorong pertumbuhan di beragam jaringan.GH memiliki efek langsung (mis, merangsang pertumbuhan tulang rawan) dan tak-langsung (mis, melalui insulin-like growht factor-1 [IGF-1], suatu polipeptida yang disekresikan oleh hati dan jaringan. IGF-1 memiliki efek yang mirip dengan insulin, yaitu mendorong penyimpanan bahan bakar di berbagai jaringan. IGF-1 selanjutnya menghambat sekresi GNRH dan GH. Seperti pada berbagai aksis umpan-balik meuroendokrin, SSP dan faktor lain dapat secara bermakna memengaruhi aksis regulasi sederhana ini.
2) Prolaktin
Peran utama prolakatin manusia adalah merangsang perkembangan payudara dan produksi air susu. Sekresi prolaktin diatur secara negatif oleh neurotransmiter dopamin dari hipotalamus, dan bukan oleh suatu peptida. Dopamin lebih bekerja sebagai penghambat ketimbang sebagai perangsang sekresi prolaktin. Proses-proses yang menyebabkan terpisahnya kelenjar hipofisis dan hipotalamus menyebabkan lenyapnya semua hormon hipofisis kecuali prolaktin (panhipopituitarisme akibat ketiadaan releasing hormone hipotalamus). Ketiadaan dopamin menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin dari sel hipofisis anterior spesifik yang kini dibebaskan dari inhibisi oleh dopamin. Prolaktin juga dapat bekerja sebagai fungsi imun.
2. Hormon Hipofisi Posterior
Vasopresin dan Oksitosin
Hormon peptida vasopresin dan oksitosin disintesis di nucleussupraopticus dan paraventricularis hypothalami. Akson dari neuron di nukleus-nukleus ini membentuk hipofisis posterior, tempat hormon-hormon peptida ini disimpan. Karena itu, untuk memicu pelepasan vasopresin atau oksitosin, set terpisah releasing factor hipotalamus tidak diperlukan.
1) Vasopresin
Respon terhadap peningkatan ringan osmolalitas darah, ‘’osmostat’’ hipotalamus bereaksi dengan memicu rasa haus, pada saat yang sama, menyebabkan pelepasan vasopresin. Vasopresin meningkatkan jumlah kanal air aktif di membran sel ductus colligens ginjal sehingga air bebas dapat dihemat. Hal ini meningkatkan kepekatan urine. Penghematan air bebas dan stimulasi rasa haus memiliki efek akhir berupa koreksi perubahan ringan osmolalitas darah.
Vasopresin berikatan dengan sedikitnya tiga kelas reseptor. Salah satu kelas resptor vasopresin ditemukan otot polos. Efek utama resptor ini adalah memicu vasokontriksi. Reseptor V18 dijumpai di kortikotrop, dan reseptor ini berperan meningkatkan sekresi ACTH. Kelas resptor yang lain (V2) ditemukan di nefron distal di ginjal; fungsi utamanya adalah memerantarai efek vasopresin terhadap osmolalitas. Karena efeknya yang diperantarai oleh reseptor V2 ini, vasopresin juga dikenal sebagai hormon antidiuretik (ADH). Hubungan diantara gaya osmotik, volume, dan sekresi vasopresin diilustrasikan. Meskipun fungsi utama vasopresin adalah mempertahankan osmolalitas darah, sekresi hormon ini juga ditingkatkan oleh penurunan tajam volume intravaskular. Hal ini membantu aldosteron meningkatkan volume intravaskular, meskipun dengan pengorbanan berupa penurunan osmolitas. Kombinasi vasokontriksi perifer dan retensi air yang diperantarai oleh ADH (dalam keadaan hipotensi meskipun osmolaritas normal atau rendah) dapat dipahami sebagai suatu cara yang dilakukan oleh tubuh untuk mempertahankan perfusi dalam menghadapi dafisit volume intravaskular yang besar, bahkan ketika volume dan komposisi osmolar darah tidak ideal.
2) Oksitosin
Seperti vasopresin, peptida ini disimpan diujung saraf neuron hipotalaus di hipofisis posterior. Peptida ini berperan penting dalam kontraksi otot polos uterus dan payudara baik selama menyusui maupun pada kontraksi rahim sewaktu persalinan.
Faktor | Meningkatkan Sekresi | Menghambat Sekresi |
Neurogenik | Tidur stadium III dan IV Stress (traumatik, bedah, peradangan, psikis) Agonis adrenergik-alfa Antagonis adrenergik-beta Agonis dopamin Agonis asetilkolin | Tidur REM Antagonis adrenergik-alfa Agonis adrenergik-beta Antagonis asetilkolin |
Metabolik | Hipoglikemia Puasa Penurunan kadar asam lemak Asam amino Diabetes melitus tak-terkontrol Uremia Sirosis hati | Hiperglikemia Peningkatan kadar asam lemak Obesitas |
Hormonal | GNRH Insulin-like growth factor yang rendah Estrogen Glukagon Vasopresin arginin | Somastostatin Insulin-like growth factor yang tinggi Hipotiroidisme Kadar glukokortikoid yang tinggi |
B. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Incipidus
1. Pengertian
Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes insipidus yang paling sering dijumpai adalah Diabetes insipidus sentral, yang disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP( ariginin vasopresin ). Jenis kedua adalah Diabetes insipidus nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP. (http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_insipidus)
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang disebabkan oleh dua hal yaitu Gagalnya pengeluaran vasopressin dan Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal – renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air .
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan efek vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011).
Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.
2. Klasifikasi
Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa sentral tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah:
a Diabetes insipidus sentral
Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu: (Asman,dkk, 1996, hal : 816)
1) Tumor-tumor pada hipotalamus.
2) Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik.
3) Trauma kepala.
4) Cedera operasi pada hipotalamus.
5) Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis).
6) Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis.
7) Sintesis ADH terganggu.
8) Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.
9) Gagalnya pengeluaran ADH.
10) Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s syndrome)
b Diabetes insipidus nefrogenik
1) Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:
- Penyakit ginjal kronik
- Penyakit ginjal polikistik
- Medullary cystic disease
- Pielonefritis
- Obstruksi ureteral
- Gagal ginjal lanjut
2) Gangguan elektrolit
- Hipokalemia
- Hiperkalsemia
3) Obat-obatan
- Litium
- Demoksiklin
- Asetoheksamid
- Tolazamid
- Glikurid
- Propoksifen
4) Penyakit sickle cell
5) Gangguan diet
- Intake air yang berlebihan
- Penurunan intake NaCl
- Penurunan intake protein
6) Lain-lain
- Multipel mieloma
- Amiloidosis
- Penyakit Sjogren’s
- Sarkoidosis
3. Etiologi
a. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik total maupun parsial.
b. Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
c. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak, operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.
d. Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik). Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
e. Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitisatau meningitis).
f. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
g. Sarkoidosis atau tuberculosis.
h. Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak).
i. Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala. Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita
3. Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS ( diabetes insipidus sentral ) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.
4. Manifiestasi klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut: (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290)
a) Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak. Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
b) Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari.
c) Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.
d) Gejala lain:
- Penurunan berat badan
- Nocturia
- Kelelahan
- Hipotensi
- Gizi kurang baik
- Gangguan emosional
- Enuresis
- Kulit kering
- Anoreksia
- Gangguan pertumbuhan
5. Penatalaksanaan Medis
a. Prevent Dehidration
1) Infus IV Elektrolit Untuk Dehidrasi
Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah.
2) INFUS IV GLUKOSA NaCl / GLUKOSA 10%
Pada umumnya larutan glukosa untuk injeksi digunakan sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Dosis glukosa adalah 2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya digunakan 5 %. Dalam formula ini ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang isotonis, dimana glukosa disini bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i ditambahkan H2O2 yang dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam pembuatan formula ini ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2.
3) Corsalit 200 Sachet
Komposisi : Glucose anhydrate 4 g, NaCl 0.7 g, Na citrate 0.58 g, KCl 0.3 g
b. Check body Weights Daily
Berat badan harus di periksa dengan menggunakan timbangan yang akurat.
c. Hormonal medic
Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal. Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah:
a. Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak dapat membedakan defect partial atau komplit.
2) Fluid deprivation
a. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya.
b. Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang lebih dahulu.
3) Uji nikotin
Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 292-293)
4) Uji vasopressin
Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan pemberian infus larutan salin hipertonis.
5) CT-Scan
Untuk mendeteksi adanya lesi di hipotalamik pituitary.
7. Komplikasi
a Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.
Dehidrasi dapat menyebabkan:
· Mulutmenjadi kering
· Kelemahan otot
· Tekanan darah rendah (hipotensi)
· natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
· Sunken penampilan untuk mata Anda
· Demam
· Sakit kepala
· Tingkat jantung cepat
· Kehilangan Berat badan
b Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi gagal jantung kongestif.
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
· Sakit kepala
· Kelelahan
· Lekas marah
· Otot sakit
c Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.
Herediter, familiar (Autosomal Dominan) |
a.Penyakit system saraf pusat (diabetes inspidius sentral) yang mengenal sistesis atau sekresi vasopressin |
Penyakit ginjal (diabetes inspidius nefrogenik) karena lenyapnya kemampuan ginjal untuk berespons terhadap vasopressin dalam darah dengan menghemat air |
Kehamilan |
Defek generalisata di reseptor vasopressin V2(kanal air akuaporin-2 di duktus colligens ginjal) |
Defisiensi arginin pada hormon ADH |
Ginjal tidak bisa mengkonservasi air |
Kegagalan sintesis/penyimpanan ADH |
Rusaknya nukleus supraoptik paraventrikulear & filiformis hipofisis |
Rusaknya akson traktus supraoptikulohipofisialis & hipofisis posterior |
Enzim plasenta menghancurkan ADH |
Sekresi ADH |
Pengaktifan adenosine & AMP siklik |
Ginjal |
Filtrasi air terganggu |
Hanya air yang lolos dari penyaringan |
Zat-zat lain tertahan |
Permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air |
Hipertermi |
Infeksi |
Demam |
Gangguan pola tidur |
Nokturia |
Poliuria |
Terjadi malam hari |
GFR |
Inbalance elektrolit |
Konsentrasi urine |
Denyut jantung |
Kerja Jantung |
Sistem parasimpatis |
SSO |
Fungsi otot |
Hipokalemia |
Hipermatremia |
Ka keluar |
Na tertahan |
Mineralokortikoid |
Reabsorbsi cairan |
Dehidrasi |
Merangsang pusat haus di anterolateral dari nuckeus peroptik |
Polidipsia |
Gaster terisi air banyak |
HCL gaster rendah |
Stimulus pusat lapar |
Gangguan fungsi tubuh |
Hipertensi |
kematian |
Syok hipovolemik |
Koma |
Gangguan Elimanasi Urin |
Sakit Kepala |
Kelemahan otot |
Intoleransi Aktivitas |
Nyeri |
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan |
Anoreksia |
BAB III
Asuhan keperawatan
(pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, dan evaluasi keperawatan).
A. Pengkajian
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
ü Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
ü Pulse rate
ü Respiratory rate
ü Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
d. Pengkajian Pola Gordon
1. persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
· mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
· Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2. pola nutrisi metabolic
· nafsu makan klien menurun.
· Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
3. pola eliminasi
· kaji frekuensi eliminasi urine klien
· kaji karakteristik urine klien
· klien mengalami poliuria (sering kencing)
· klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4. pola aktivitas dan latihan
· kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
· kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)
· kaji penurunan kekuatan otot
5. pola tidur dan istirahat
· kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.
6. pola kognitif/perceptual
· kaji fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7. pola persepsi diri/konsep diri
· kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.
· Kaji dampak sakit terhadap klien
· Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan latihan).
8. pola peran/hubungan
· kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
· kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9. pola seksualitas/reproduksi
· kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
· Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10. pola koping/toleransi stress
· kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
· system pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
· klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada kesempatan.
e. review of system
1. Pernafasan B1 (Breath)
· Inspeksi : frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
· Perkusi : sonor/redup.
· Palpasi : gerakan thorak simetris
· Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan gangguan.
2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
· Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
· Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta 4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.
· Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
· Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3. Persyarafan B3 ( Brain)
· Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada penilaian 5.
4. Perkemihan B4 (Bladder)
· Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih (frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5. Pencernaan B5 (Bowel)
· Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut, mual, muntah.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit kering.
2) Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia, takipnea.
3) Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).
B. Diagnosa
· Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan.
· Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia.
· kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah.
· Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum.
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan | Tujuan / Out come | Intervensi | Rasional | |
1 | Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan. | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan kekurangan volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil: - TTV dalam batas normal/ not compromised (skala 5). (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C) - Intake dan output dalam 24 jam seimbang / not compromised (skala 5). - Kulit/membran mukosa klien lembab / not compromised (skala 5). - BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat badan (mencapai skala 5). | Fluid management - Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya jika ada perubahan - Berikan cairan sesuai kebutuhan. - Catat intake dan output cairan. - Monitor dan Timbang berat badan setiap hari. - Monitor status hidrasi (suhu tubuh, kelembaban membran mukosa, warna kulit). | - Adanya perubahan TTV menggambarkan status dehidrasi klien. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri. - Memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh. - Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti - Mengetahui berapa cairan yang hilang dalam tubuh - Mengetahui tingkat dehidrasi. |
2 | Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia. | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan gangguan eliminasi urin teratasi, dengan kriteria hasil: - Karakteristik urine meliputi warna, berat jenis, jumlah, bau normal/ not compromised (skala 5). - Tidak terjadi nocturia/ not compromised (skala 5). - Pola eliminasi normal/ not compromised (skala 5). | Urinary elimination management - monitor dan kaji karakteristik urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna. - Batasi pemberian cairan sesuai kebutuhan. - Catat waktu terakhir klien eliminasi urin. - Instruksikan klien/keluarga untuk mencatat output urine klien. | - Mengetahui sejauh mana perkembangan fungsi ginjal dan untuk mengetahui normal atau tidaknya urine klien. - Mengurangi pengeluaran cairan berupa urine terutama saat malam hari. - Mengidentifikasikan fungsi kandung kemih, fungsi ginjal, dan keseimbangan cairan. |
3 | kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah. | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan pengetahuan klien bertambah dengan kriteria hasil: - Klien dan keluarga mengetahui definisi diabetes insipidus. - Klien dan keluarga mengetahui factor penyebab diabetes insipidus. - Klien dan keluarga mengetahui tanda dan gejala awal diabetes insipidus. - Klien dan keluarga mengetahui terapi pengobatan yang diberikan pada klien dengan penyakit diabetes insipidus. | Teaching-disease process - kaji pengetahuan awal klien mengenai penyakitnya. - Jelaskan patofisologi penyakitnya dan bagaimana itu bisa berpengaruh terhadap bentuk dan fungsi tubuh. - Deskripsikan tanda dan gejala penyakit yang diderita klien. - Diskusikan terapi pengobatan yang diberikan kepada klien. - Diskusikan perubahan gaya hidup yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan atau mengontrol proses penyakit tersebut. | - Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya. - Klien mengetahui penyebab perubahan fisiologis pada tubuhnya. - Klien dan keluarga dapat mengetahui tanda dan gejala penyakitnya sehingga dapat mengetahui jikalau salah satu keluarga klien mengalami salah satu gejala dari penyakit tersebut. - Klien dan kelurga mengetahui terapi yang dijalani untuk penyembuhan penyakit tersebut. - Mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit tersebut. |
4 | Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum. | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan pola tidur klien terkontrol, dengan kriteria hasil: - TTV klien dalam batas normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C) - klien tidak sering terbangun di malam hari akibat ingin berkemih dan ingin minum. - klien tidak mengalami kesulitan untuk tertidur/tetap tidur. | - Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya jika ada perubahan - Jika berkemih malam mengganggu, batasi asupan cairan waktu malam dan berkemih sebelum tidur. - Anjurkan keluarga klien untuk memberi klien rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur. | - Terganggunya pola tidur klien dapat mangakibatkan meningkatnya risiko hipotensi atau TTV dalam batas yang tidak normal. - Meningkatkan kenyamanan tidur pasien dan mencegah terbangun di malam hari akibat ingin berkemih. - Dapat membantu klien untuk cepat tertidur dan membuat tidur lebih nyenyak sehingga meminimalkan risiko terbangun di malam hari. |
5. | Intoleransi aktivitas bd. Kelemahan umum atau kelemahan otot | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkanMentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dengan kriteria hasil : - Peningkatan energi yang kemampuan seseorang untuk beraktivitas - Peningkatan pengelolaan energi aktif untuk memulai dan memelihara aktivitas - Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi - Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang dibutuhkan dan berfungsi dirumah atau komunitas | - Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas - Evaluasi motivasi dan keinginan pasien - Tentukan penyebab keletihan (misalnya, karena perawatan, nyeri, dan pengobatan) - Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya, takikardia, distrimnia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi respirasi) - Pantau respon oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respiarsi) terhadap aktivitas perawatan diri. - Ajarkan kepada klien dan orang yang penting bagi klien tentang teknik perawatan diri - Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu - Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan/ atau rekreasi - Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah | - Mengetahui pola dan cara pandang klien terhadap diri sendiri - Untuk meningkatkan aktivitas - Untuk mengetahui tindakan yang tepat dilakukan kepada pasien. - Untuk mengetahui tingkat respon tubuh klien terhadap aktivitas - Untuk mengetahui tingkat respon tubuh klien terhadap aktivitas - Melatih klien untuk mandiri dan agar keluarga ikut serta dalam perawatan klien - Untuk mencegah kelelahan - Untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, sesuai dengan kebutuhan - Untuk mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatanrumah, sesuai dengan kebutuhan. |
6. | Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkantidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh kembali normal atau turun dengan kriteria hasil : - suhu tubuh dalam rentang normal - suhu kulit dalam batas normalnadi dan pernafasan dalam batas normal. | - Monitor suhu sesering mungkin - Monitor warna, dan suhu kulit - Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan. - Monitor intake dan output - Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam. | - Mengetahui tingkat perubahan suhu - Panas berpengaruh terhadap kulit - Panas yang berlebih dapat berpengaruh terhadap kardiorespirasi - Memantau keseimbangan cairan dalam tubuh - Menurunkan panas |
7 | Nyeri akut bd. Ketidak seimbangan elektrolit | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil : - Meningkatkan perasaan nyaman dan aman individu - Meningkatkan kemampuan individu untuk dapat melakukan aktifitas fisik yang diperlukan untuk penyembuhan (misal; batuk dan nafas dalam, ambulasi) - Mencegah timbulnya gangguan tidur | - Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. - Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. - Berikan tindakan kenyamanan. - Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. - Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. | - Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera. - Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama. - Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri. - Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol. - Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat. |
8 | Infeksi bd. poliuri | Setelah diberikan askep selama … x 24 jam, diharapkan infeksi Infeksi sembuh dan mencegah komplikasi dengan kriteria hasil : - Tanda-Tanda Vital dalam batas normal - Nilai Kultur Urine Negatif - Urine berwarna bening dan tidak berbau | - Kaji suhu klien setiap 4 jam dan lapor suhu diatas 38, 5 c - Catat karakteristik urine - Anjurkan klien untuk minum 2 – 3 liter - Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensitivitas untuk menentukan respon terapi - Berikan perawatan perinel, pertahankan agar tetap bersih dan kering | - TTV menandakan adanya perubahan didalam tubuh - Untuk mengetahui / mengindentifikasi indikasi kemajuan dan penimpangan hasil yang diharapkan - Untuk mencegah statis urine - Mengetahui seberapa jauh efek obat terhadap keadaan penderita - Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri pembuat infeksi |
D. Evaluasi
No. Dx | Diagnosa Keperawatan | Evaluasi |
1 | Ketidakseimbangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan keluaran cairan aktif haluaran urine yang berlebihan sekunder akibat diabetes insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretic) ditandai dengan haluaran urin berlebih (4-30 liter/hari), klien sering berkemih, haus, kulit/membrane mukosa kering, penurunan berat badan. | S : klien mengatakan tidak begitu sering berkemih dan tidak begitu sering haus. O : - Kulit/membran mukosa klien lembab - BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat badan - TTV dalam batas normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C) A : Tujuan tercapai sebagian P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi |
2 | Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan permeabilitas tubulus ginjal, ditandai dengan poliuri dan nokturia. | S : klien mengatakan malamhari tidak sering berkemih. O : - Tidak terjadi poliuri. - Tidak terjadi nocturia. - Tidak sering berkemih. A : tujuan tercapai sebagian P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi |
3 | kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi ditandai dengan pengungkapan masalah. | S : klien dan keluarga mengatakan mengerti tentang penyakit diabetes insipidus. O : - Klien dan keluarga mampu menjabarkan tanda dan gejala diabetes insipidus. - Klien dan keluarga mampu mendeskripsikan pengertian diabetes insipidus. - Klien mampu menjelaskan gaya hidup sehat yang harus dijalani untuk mencegh terjadinya komplikasi. A : Tujuan tercapai dan masalah teratasi P : Lanjutkan health promotion pada keluarga |
4 | Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun akibat poliuri, nokturia, dan polidipsi, ditandai dengan klien sering terbangun waktu malam akibat ingin berkemih dan ingin minum. | S : - klien mengatakan klien tidak sering terbangun di malam hari akibat ingin berkemih dan ingin minum. - klien mengatakan bahwa klien tidak mengalami kesulitan untuk tertidur/tetap tidur. O : - TTV klien dalam batas normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C). A : tujuan tercapai sebagian. P : Pertahankan kondisi klien dan lanjutkan intervensi |
5 | Intoleransi aktivitas bd. Kelemahan umum atau kelemahan otot | S : klien mengatakan bahwa dapat melakukan kegiatan sehari - hari O : klien tampak mampu untuk beraktivitas yang sederhana ( mandi, berjalan, dll ) A : tercapai sebagian P : lanjutkan tindakan |
6 | Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit | S : kluen mengatakan tubuhnya sudah tidak terasa panas lagi - O : TTV dalam rentang normal (TTV dalam batas normal (Nadi: bayi 120-160x/mnt, toddler 90-140x/mnt, prasekolah 80-110 x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35-40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, anak-anak 20-30 x/mnt, remaja 16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg, sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg; suhu : Suhu tubuh 36-37,5°C ) A : tercapai sebagian P : lanjutkan tindakan dan pertahanka kondisi klien |
7 | Nyeri akut bd. Ketidak seimbangan elektrolit | S : nyeri berkurang / hilang O : - klien tampak tidak meringis kesakitan - Tidur klien tidak terganggu karena nyari A : tercapai sebagian P :lanjutkan tindakan |
8 | Infeksi bd. poliuri | S : pada saat kencing klien tidak merasa sakit O : - tidak ada tanda – tanda infeksi - Kultur urine negatif A : tercapai sebagian P : lanjutkan tindakan |
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik. Di manifestasikan dengan poliuria dan polidipsia.
B. SARAN
Penulis memberi saran kepada :
1. Para pembaca pada umumnya agar lebih menjaga ginjal kita agar selalu berfungsi dengan baik, dengan mengetahui penyakit-penyakit yang berkaitan dengan tubuh kita misalnya diabetes insipidus, SIADH, dan atau hipopituitary anterior maupun posterior seperti yang telah dibahas dalam makalah ini diharapkan mampu menggunakan koping yang efektif dan dapat mencegahnya serta menghubungi dokter untuk tindak lanjut berikutnya.
2. Para mahasiswa/i khususnya supaya lebih memahami konsep penyakit-penyakit dan atau hipopituitari itu sendiri agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan hipopitutari anterior dan posterior.