BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti penyakit diabetes militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi penyakitnya.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu mengenal dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien yang mengalami pennyakit kronis.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a. Agar mahasiswa dapat mengatahui dan memahami dampak-dampak yang terjadi pada klien penyakit kronis
b.
|
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada klien penyakit kronis
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien penyakit kronis
C. Metode penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode diskritip melalui pendekatan studi kasus yang meliputi pengumpulan data, analisa data, dan menarik kesimpulan. Metode ini dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lain (internet) yang berhubungan dengan judul dan permasalahan.
D. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan : Terdiri atas Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis : Pengertian penyakit kronik, Sifat, Dampak, Factor-faktor, Respon dan Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis,
BAB III : Terdiri atas Konsep asuhan keperawatan penyakit kronik.
BAB IV Penutup : Terdiri atas Kesimpulan dan Saran-saran.
|
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit Kronis
1. Pengertian penyakit kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009)
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas kelompok menyimpulkan bahwa penyakit kronik yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan seorang klien mengalami ketidakmampuan contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. Contoh : penyakit diabetes militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis.
2. Sifat penyakit kronik
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :
a. Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh penyakit jantung.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis
|
3. Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap klien diantaranya (Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah :
a. Dampak psikologis
Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu :
1) Klien menjadi pasif
2) Tergantung
3) Kekanak-kanakan
4) Merasa tidak nyaman
5) Bingung
6) Merasa menderita
b. Dampak somatic
Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya. Contoh : DM adanya Trias P
1) Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan organ) dan perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi seksual).
2) Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan social dapat terganggu baik secara total maupun sebagian.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kronik
a. Persepsi klien terhadap situasi
b. Beratnya penyakit
c. Tersedianya support social
d. Temperamen dan kepribadian
e. Sikap dan tindakan lingkungan
f. Tersedianya fasilitas kesehatan
5. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009).
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
c. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga dan kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
g. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image), peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
i. Klien menarik diri dari lingkungan
Hubungan sosial klien dapat terganggu sebagian maupun yang total. Contohnya hubungan terganggu sebagian, klien masih berhubungan dengan lingkungan sekitar, tetapi klien malu-malu dan tidak percaya diri untuk bergaul dengan orang secara berkelompok. Apabila terganggu total, klien sudah tidak ingin berinteraksi lagi dengan lingkungan sekitar, klien hanya ingin menyendiri (menarik diri dari lingkungan).
|
6. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu:
a. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image).
b. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.
7. Respon keluarga
Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas penyakit yang diderita oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu :
a. Penolakan (Denial)
Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang tidak siap atau tidak menerima dengan kondisi yang ada pada pasien. Keluarga mengangap penyakit yang diderita tidak terlalu berat dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek.
|
b. Cemas
Keluarga akan memperlihakan ekspresi cemas akan diagnose yang telah divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak bisa sembuh penyakit tersebut dan takut ditinggalkan dalam jangka waktu dekat oleh pesien.
c. Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan terhadap situasi yang dialami pasien akan mengalami depresi.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang optimal pada klien dengan kondisi kronis adalah sangat penting. Penatalaksanan harus melibatkan kesehatan mental, memantau perkembangan klien, dan melibatkan keluarga. Pengobatan sederhana tidak cukup.
Klien harus bekerja sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap pengobatan yang diberikan, dan mempunyai keluarga yang mendukung dan membantu dalam rencana pengobatan. Beberapa prinsip penatalaksanaan klien dengan kondisi kronis adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan kesehatan
Menjelaskan kepada klien tentang perjalanan penyakitnya dan keterbatasan pengobatan. Pendidikan kesehatan harus langsung pada penderita dan keluarganya dan harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
b. Merespons terhadap emosi
Dengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi klien dan keluarganya untuk mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan harapannya.
c. Melibatkan keluarga
Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan sangat penting. Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan sikap yang berlebihan terhadap anak, seperti terlalu melindungi, terlalu khawatir dan memberikan perhatian berlebihan.
d. Melibatkan pasien
Bila klien dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya, maka mereka akan lebih patuh dan bertanggungjawab.
|
e. Melibatkan tim multidisiplin
Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana remaja dengan kondisi kronis, seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, okupasi-terapis, fisioterapis, ahli gizi, dan ahli lain yang terkait.
f. Menyediakan perawatan yang berkelanjutan
Klien dengan kondisi kronis membutuhkan seseorang yang bisa dipercaya. Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih baik dokter dari pusat kesehatan primer (seperti Puskesmas), yang membina hubungan jangka panjang dengan penderita dan keluarganya. Peran dokter disini adalah mengkoordinasi perawatan berbagai spesialis (multidisiplin), memantau tumbuh kembangnya, memberikan petunjuk yang mungkin diperlukan, dan lain sebagainya.
g. Menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif
Diperlukan pelayanan psikologikal, belajar bersosialisasi, pendidikan,
penelitian, dikatakan bahwa klien yang mendapatkan pelayanan yang komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat inap, lama dirawat, biaya di rumah sakit, dan menurunkan kemungkinan dirawat kembali.
penelitian, dikatakan bahwa klien yang mendapatkan pelayanan yang komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat inap, lama dirawat, biaya di rumah sakit, dan menurunkan kemungkinan dirawat kembali.
h. Merujuk ke kelompok pendukung (kelompok sebaya atau kelompok penyakit sejenis).
Ikut dalam kelompok pendukung dapat saling tukar pengalaman dan informasi antara penderita dan keluarga lain dengan masalah yang sama.
i. Mengembangkan teknik menolong diri sendiri Pelatihan (terapi perilaku) Terhadap klien dalam teknik mengatasi stres atau rasa sakit, dapat membantu klien mengurangi stres terhadap penyakit dan pengobatan yang diberikan.
j. Pembatasan
Bila kepatuhan atau perilaku yang menjadi masalah, remaja harus dibuat disiplin, dan tim yang merawat serta keluarganya harus setuju dan mendukung.
k. Perawatan di rumah sakit
Bila diperlukan perawatan remaja di rumah sakit, terbaik bila ditangani dalam lingkungan yang kondusif untuk kebutuhan perkembangan remaja.
|
B. Konsep Dasar Teoritis Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyakit Kronis
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi proses keperawatan dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih dan kartina, 2009).
1. Pengkajian
a. Pengkajian terhadap klien
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon emosi klien terhadap diagnosa
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu
b. Pengkajian terhadap keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan system pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan perubahan yang terjadi
c. Pengkajian terhadap lingkungan
1) Sumber daya yang ada
2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan kesempatan kerja
|
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses pengkajian klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan kartina, 2009) :
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan dan perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan mengekspresikan perasaan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang dialami
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan ketidakmampuan dan ketidak pedulian karena stress
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di hargai
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS
1. KASUS
Ny. N berumur 42 tahun, seorang ibu rumah tangga, di rawat di rumah sakit umum daerah dengan diagnosa medis Diabetes Miletus, dan sudah dirawat selama 3 bulan. Sebelumnya klien juga pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama, namun tidak separah yang sekarang. Dari hasil pengkajian, klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah parah, klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya karena kondisi tubuh yang sekarang, merasa tidak berguna lagi untuk keluarganya (suami dan anak-anaknya), klien merasa ingin mati saja, klien mengatakan tidak nyaman berada di dekat orang lain karena takut tidak diterima, dan lebih senang jika sendiri, klien juga takut tidak diterima oleh keluarga terdekatnya, klien sulit untuk tidur karena merasa cemas dengan keluarganya di rumah. Dari hasil observasi, tampak luka gangren pada kaki kiri klien sudah mengalami nekrotik yang membuat klien sulit untuk beraktivitas dan semakin parah, dan sudah mulai mengeluarkan bau tidak sedap, klien tampak menyendiri dan hanya mau berkomunikasi dengan perawat yang merawatnya, klien pun tampak tidak merawat kebersihan diri, dan keluarga klien hanya sesekali menjenguk klien. Pengkajian keluarga, respon keluarga seperti tidak peduli dengan keadaan klien, keluarga menyerahkan penuh prosedur perawatan kepada rumah sakit, keluarga terdekat klien (suami) mengatakan sudah pasrah dengan kondisi yang dialami klien. Klien tampak bernafsu untuk makan, setiap makanan yang di saji kan selalu di habiskan, BB klien 70 kg.
2. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Pola Gordon
1) Persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
· Klien mengatakan kurang mengetahui semua tentang penyakitnya
· Klien tampak pasrah dengan penyakitnya, dan hanya mengikuti prosedur keperawatan rumah sakit
2) Pola nutrisi metabolic
· Nafsu makan klien meningkat.
· Peningkatan berat badan 5 kg
·
|
3) Pola eliminasi
· Klien sering BAK
· Karakteristik warna urine klien kuning, baunya khas.
4) Pola aktivitas dan latihan
· Klien tidak nyeri/sesak nafas saat beraktivitas
· Klien merasa lemah, dan merasa sakit pada kakinya saat beraktivitas sehari-hari
5) Pola tidur dan istirahat
· Klien mengalami gangguan pola tidur, karena cemas dan takut, dan klien juga merasa depresi.
6) Pola kognitif/perseptual
· Terjadi penurunan pada fungsi penglihatan, daya ingat klien masih bagus, dan klien tanggap terhadap semua pertanyaan yang diajukan, hanya klien banyak menunduk dan kontak mata klien tidak baik.
7) Pola persepsi diri/konsep diri
· Klien merasa sedih dan lebih banyak murung
· Klien menjadi depresi
· Klien tampak pasrah dan hanya berserah pada prosedur keperawatan rumah sakit
8) Pola peran/hubungan
· Tidak ada upaya yang berarti dari klien untuk mengatasi masalahnya
· Klien seorang ibu rumah tangga
· Interaksi kliendengan orang terdekatnya (suami dan anak-anak) kurang baik, dan orang terdekat klien pun hanya sesekali menjenguk klien.
9) Pola seksualitas/reproduksi
· Selama klien sakit, klien jarang berhubungan intim dengan suaminya, dan klien merasa malu.
· Terjadi perubahan perhatian dari keluarga terdekat terutama suami dan anak-anaknya
10) Pola koping/toleransi stress
·
|
11) Pola nilai/kepercayaan
· Klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap shalat tepat pada waktunya
3. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
NO | DIAGNOSA KEPERAWATAN | TUJUAN DAN KRITERIA HASIL | INTERVENSI | RASIONAL | ||||
1 | Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di hargai yang ditandai dengan : DS : - Klien mengatakan merasa tidak berguna lagi - Klien juga malu dengan keluarga dan teman-temannya - Klien merasa ingin mati saja - Klien takut tidak diterima oleh orang-orang terdekatnya DO : - Klien tampak sulit bergaul - Bicara klien lambat dan nada suara lemah | Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, harga diri klien meningkat dengan KH : - Klien mulai merasa diterima oleh lingkungannya - Rasa malu klien mulai menghilang - Klien mulai mudah bergaul | · Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien. · Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan penilaian negatif. · Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktifitas. | · Dengan cara mendiskusikan bahwa klien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif untuk meningkatkan rasa percaya diri klien. · Menghilangkan rasa malu dan takut tidak diterima lingkungan. · Meyakinkan klien bahwa dirinya dapat diterima oleh keluargnya dan tidak perlu takut dan malu. | ||||
2 | Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan yang ditandai dengan : DS : - Klien mengatakan tidak nyaman jika berada didekat orang lain, karena kondisinya sekarang - Lebih senang sendiri DO : - Klien banyak diam dan kurang mau berbicara - Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal |
- Klien mulai merasa nyaman jika berada didekat orang lain - Klien bisa melakukan tindakan di luar kamar - Klien bisa bergaul tanpa rasa malu dan takut | · Bina hubungan saling percaya · Latih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap · Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien dengan keluarga terdekat · Libatkan klien dalam terapi kelompok secara bertahap | · Rasa saling pecaya telah terbina, mempermudah perawat untuk mengkaji dan mendapatkan informasi dari klien · Cara-cara dan contoh yang merupakan pembelajaran yang efesien untuk klien memulai untuk berani bergaul dengan orang lain · Dukungan keluarga sangat berarti untuk kesembuhan klien, dengan interaksi yang baik dapat menunjukkan rasa perhatian · Untuk membuat klien mampu berinteraksi dengan baik, perlu bertahap dan perlahan. Dengan terapi kelompok memungkinkan klien bisa berinteraski. | ||||
3 | Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan mengekspresikan perasaan yang ditandai dengan KH : DS : - Klien merasa takut penyakitnya tidak bisa disembuhkan - Klien juga mengkhawatirkan keluarganya dirumah DO : - Klien tampak tidak bisa untuk tidur - Klien tampak lemah dan lesu akibat kurang tidur | Setlah dilakukan tindakan selama 2x24 jam, ansietas klien berkurang dengan KH : - Klien mampu menunjukkan koping yang baik - Klien mampu mengungkapkan perasaan dan bisa bertukar pikirang dan perasaan | · Kaji tingkat kecemasan klien dari ttv, nafsu makan, · Beri dorongan pada klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan · Berikan penyuluhan kepada keluarga dan ajak untuk bersama sama memotivasi klien | · Untuk mengetahui kecemasan klien · Agar klien tenang dan menerima kondisi kesehatannya sekarang · Dukungan keluarga merupakan perhatian yang bisa memotivasi klien untuk sembuh | ||||
4 | Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang dialami yang di tandai dengan : DS : - Klien mengatakan malu dengan keadaanya sekarang - Klien mengatakan tidak menyangka penyakitnya bertambah parah DO : - Perubahan aktual pada fungsi - Luka gangren klien bertambah parah dan mulai mengeluarkan bau tidak sedap | Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam, body image klien teratasi dengan KH : - Body image klien positif - Mendeskripsikan factual perubahan fungsi tubuh -
| · Kaji secra verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya · Libatkan dan jelaskan klien tentang pengobatan, perawatan kemajuan dan prognosis penyakit · Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil | · Data awal untuk menentukan intervensi yang tepat untuk klien · Apabila lkien tahu tentang pengobatan, perawatan kemajuan dan prognosis penyakit, akan membuat klien sedikit tenang. Dan mampu menentukan intervensi yang tepat untuknya · Untuk membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan oaring lain. | ||||
5 | Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan ketidakmampuan dan ketidak pedulian karena stress yang ditandai dengan KH : DS : - Klien mengatakan tidak mampu untuk membersihkan diri secara maksimal - Klien mengatakan tidak peduli mau mandi atau tidak, yang dia pikirkan hanya penyakitnya - Klien mengatakan tidak mengetahui cara merawat luka dengan baik dan benar, hanya menunggu perawat saja yang melakukannya DO : - Mulai tercium bau tidak sedap dari tubuh dan luka klien - Klien tampak tidak menjaga kebersihan diri. | Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, personal hygiene klien terpenuhi dengan KH : - Klien mengatakan merasa segar dan nyaman - Klien mampu menjaga kebersihan dirinya - Tidak tercium lagi bau tidak sedap -
| · Bantu klien untuk personal hygine sesuai kebutuhan yang di anjurkan · Dukung kemandirian untuk melakukan personal hygine jika memungkinkan · Berikan penjelasan kepada klien akan pentingnya kebersihan diri baik secara kesehatan, agama maupun sosial | · Agar kebutuhan kebersihan terpenuhi secara baik · Melatih klien untuk mandiri dan mampu melakukan personal hygiene sendiri · Agar klien sadar akan pentingnya kebersihan diri dan mampu menjaga kebersihan dirinya sendiri. |
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. Respon klien dalam kondisi kroni sansgat tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang baik pada klien yang mengalami penyakit kronis.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi kronis, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien dengan penyakit kronis, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Yosep,Iyus.2007.Keperawatan Jiwa.Bandung:Refika Aditama
Herdman, Heather.2010.Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional.Jakarta:EGC